Saya tahu engkau lelah.
Engkau sebagai orangtua pasti lelah. Membesarkan dan merawat anak bukanlah hal yang mudah. Mendidik dan membimbing anak pasti memerlukan kesabaran. Tiap orangtua terkuras pikirannya karena anak.Jangankan saat sakit, ketika anak sehat pun menjadi bahan pikiran.Jangankan dalam kondisi sedang tidak baik, meskipun lancar dan baik-baik saja, orangtua pasti yang terbayang adalah anak.
Saya tahu, engkau sebagai orangtua pasti lelah.
Engkau sebagai suami pasti lelah. Berjuang banting tulang peras keringat untuk menafkahi anak istri. Bahkan malam pun menjadi siang supaya keluargamu bahagia. Apalagi bukan hanya keperluan fisik yang mesti engkau penuhi, canda tawa dan adem ayem menjadi tugasmu untuk terwujud.
Engkau, wahai suami, pasti lelah!
Engkau sebagai istri pasti lelah. Pekerjaan rumah yang menjadi rutinitas tak bisa libur barang sehari. Tidak ada habisnya aktifitas di dalam rumahmu. Satu pekerjaan sudah selesai, artinya telah ditunggu 2,3 bahkan lebih pekerjaan lainnya.
Istri , engkau pasti lelah!
Engkau sebagai pejuang dakwah pasti lelah. Hampir setiap waktu, ada panggilan untuk berta’awun. Selalu saja ada ajakan,”Ayo, kita bekerja-sama untuk membangun pondok!”. Waktumu teralokasikan di pendidikan, taklim, daurah, rapat-rapat, kepanitian ini dan itu. Iya, jalan dakwah yang engkau pilih memang membuat lelah.
Memang, dunia ini melelahkan dan membuat penat. Capek dan membikin letih. Siapa saja pasti begitu. Orang baik dan orang jahat pun merasakan. Orang kafir ataupun yang beriman mengalami hal yang sama. Orang rajin itu lelah , bukankah orang malas pun lelah dengan kemalasannya?
Bagaimana denganmu , kawan?
Di pesantren, saya tahu engkau pasti lelah. Rutinitas di pesantren sungguh luar biasa. Namanya belajar pasti memeras energi. Belum lagi menghafal dan menghafal. Mengingat dan terus mengingat pelajaran. Dan itu bertahun-tahun berlangsung.
Di pesantren, saya tahu engkau pasti capek. Tugas dan kewajibanmu tidak sedikit. Piket masak, piket kebersihan, piket jaga malam, piket menjamu tamu, kerjabakti , ngecor bangunan dan lain-lain. Sebelum shubuh mesti bangu , ketika malam segera tidur.Luar biasa lelahmu!
Kadang , bahkan seringkali kita berpikir , “Kapan istirahatnya?”. Jawablah pada dirimu sendiri. Ajak hatimu berdamai dengan berkata ,”Istirahat itu di surga”.
Ada jenazah lewat.
Nabi Muhammad lantas bersabda,
“ مُسْتَرِيحٌ وَمُسْتَرَاحٌ مِنْهُ ”
“ (Mustariih) Bisa jadi ia istirahat, (Mustaraah minhu) bisa jadi yang lain istirahat darinya”
Sahabat bertanya kepada beliau, apa yang dimaksud mustariih dan mustaraah minhu. Nabi Muhammad menjelaskan , “Hamba yang beriman , bisa beristirahat dari lelah dan persoalan dunia menuju rahmat Allah. Adapun hamba yang jahat, manusia, bumi , pohon dan hewan bisa istirahat darinya” (HR Bukhari dan Muslim dari sahabat Abu Qatadah)
Hamba yang beriman barulah dapat merasakan istirahat setelah wafat. Ia telah terbebas dari penjara dunia.Ia lepas dari belenggu problematika kehidupan. Sepenuhnya ia dalam rahmat Allah. Selama masih hidup di dunia, mana ada kamus istirahat? Namun, untuk menikmati hakikat istirahat, berjuanglah menjaga keimanan. Supaya sejak nafas terakhir engkau hembuskan , sejak saat itulah engkau bisa menikmati istirahat.
Al Waqidi (Futuhus Syam 1/33) menceritakan tahap demi tahap penaklukan wilayah Syam oleh panglima Khalid bin Walid. Di sebuah kesempatan, seorang jenderal perang, yaitu sahabat Dhirar bin al Azwar menyampaikan saran supaya Khalid beristirahat sejenak. Melihat lelahnya Khalid dan tenaga beliau yang dikuras, Dhirar semacam tidak tega. “Panglima , ijinkan saya yang memimpin untuk menyerang musuh sehingga Anda dapat istirahat sejenak”, kata Dhirar.
Namun, Khalid menolak. Khalid memang capek. Khalid sangat lelah. Khalid tetap bersemangat untuk maju di medan laga. Namun , Khalid menitipkan pesan untuk kita melalui Dhirar.
Apa pesan panglima Khalid kepada Dhirar?
يَا ضِرَارُ الَّراحَةُ فيْ الْجَنَّةِ غَدًا
“Dhirar, istirahat itu di surga kelak! “
Dalam Thabaqatul Hanabilah (1/293) Abul Husain Muhammad bin Muhammad (wafat 526 H) meriwayatkan tentang seorang tamu dari negeri Khurasan yang berkunjung menemui Imam Ahmad bin Hanbal.
“Sengaja aku datang dari Khurasan untuk bertanya kepada Anda ; kapankah seorang hamba bisa merasakan nikmatnya istirahat?” , katanya.
Imam Ahmad menjawab :
“ عِنْدَ أَوَّلِ قَدَمٍ يَضَعُهَا فِي الَجَّنةِ”
“Ketika pertama kali ia menapakkan kaki di surga”
Marilah , kawan. Mari kita kurangi beban pikiran. Kita sedikitkan penat. Dengan mengingat bahwa hakikat istirahat itu di surga. Jangan berpikir bahwa di dunia ini kita bisa benar-benar istirahat. Kalau pun dikatakan istirahat, bukankah hanya sesaat? Dengan tidur, dengan bertamasya, dengan menjalani hobi atau dengan apapun cara yang dipilih.
Apalagi mengambil jalan sesat untuk mencari istirahat. Dengan minuman keras, dengan narkoba, dengan pergaulan bebas, atau cara-cara salah lainnya. Yakin saja bahwa mereka mustahil menemukan nikmatnya istirahat. Sebab, istirahat itu di surga.
Musholla al Ilmu Pusdiklatmu
25 Mei 2021