HIKMAH PUASA: UPAYA PENGENDALIAN DIRI
Dari sahabat mulia Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Di sisi Allah ‘Azza wa Jalla, mulut orang yang berpuasa lebih harum dibanding bau aroma misik (sejenis parfum).
Rabb ‘Azza wa Jalla kalian berfirman, “Hamba-Ku telah meninggalkan syahwat, makan dan minumnya lantaran mencari keridhaan-Ku. Puasa hanya untuk-Ku. Aku yang akan memberi balasan (pahala)nya.”
HR. Ahmad, no. 9127
Satu di antara hikmah menunaikan puasa, yaitu menumbuhkan pengendalian diri tingkat tinggi pada manusia. Pengendalian diri dari perilaku mengumbar syahwat, menahan makan dan minum, serta perilaku rendah lainnya yang tiada patut.
Pengendalian diri yang didorong lantaran mencari ridha Allah Ta’ala. Bukan mencari ridha manusia. Bukan mengharap unsur keduniaan yang fana, mudah hancur dan bisa lenyap dalam sesaat.
Pengendalian diri yang tumbuh karena didasari iman dari lubuk hati terdalam. Karena situasi kejiwaan yang terkendali secara baik, maka akan melahirkan sikap perilaku terpuji. Biidznillah.
Berpuasa akan menumbuhkan dampak positif di tengah kehidupan masyarakat yang tengah sakit. Sakit yang bersumber dari kerentanan moralitas dan ketiadaan pengendalian diri dalam meraup materi dunia.
Perilaku flexing (pamer harta kekayaan) di tengah kehidupan masyarakat yang serba terhimpit kesusahan merupakan perilaku orang “sakit” hampa kendali dan peduli. Perilaku riya. Perilaku yang tak segaris sikap tawadhu (rendah hati).
Aksi flexing adalah aksi yang memperlihatkan ketidakpahaman dalam memfungsikan harta dunia. Sekaligus, memperlihatkan ketertipuan manusia oleh dunia beserta segenap aksesorinya.
Berbeda dengan amal lainnya yang diperuntukan bagi manusia, puasa adalah amal yang diperuntukan hanya bagi Allah Subhanahu. Allah Ta’ala yang akan memberi balasan pahala terhadap hamba-Nya. Ya, bagi hamba-Nya yang selalu mencari radha-Nya.
Semoga Allah Ta’ala membimbing kita ke jalan yang diridhai-Nya, mengampuni dosa-dosa kita dan menerima amal ibadah yang kita tunaikan.
ditulis oleh:
al Ustadz Abul Faruq Ayip Syafruddin hafizhahullah
Sumber :
https://t.me/fawaidsolo/22362